Senin, 05 Desember 2011

INSTRUMEN PENELITIAN


INSTRUMEN PENELITIAN
A.    Pengertian Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian disebut instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena-fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik fenomena disebut variabel.
B.     Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun instrumen penelitian antara lain :
1.      Masalah dan variabel yang diteliti termasuk indikator variabel harus jelas dan spesifik sehingga dapat dengan mudah menetapkan jenis instrumen tang akan digunakan.
2.      Sumber data/informasi baik jumlah maupun keragamannya harus diketahui terlebih dahulu, sebagai bahan atau dasar dalam menentukan isi, bahasa, sistematika item dalam instrumen penelitian.
3.      Keterandalan dalam instrumen itu sendiri sebagai alat pengumpul data baik dari keajegan, kesahihan maupun objektivitas.
4.      Jenis data yang diharapakan dari penggunaan instrumen harus jelas, sehingga peneliti dapat memperkirakan cara analisis data guna pemecahan masalah penelitian.
5.      Mudah dan praktis digunakan akan tetapi dapat menghasilkan data yang diperlukan.

C.     Beberapa langkah umum dalam menyusun instrumen penelitian
Menyusun instumen penelitian dapt dilakukan peneliti jika peneliti telah memahami betul penelitiannya. Pemahaman terhadap variabel atau hubungan antar variabel merupakan  modal penting bagi peneliti agar dapat menjabarkan menjadi sub variabel, indikator, deskriptor dan butir-butir instrumennya.
Ada bebrapa langkah umum yang bisa ditempuh dalam menyusun instrumen penelitian. Langkah-langkah tersebut adalah:
1.      Analisis variabel penelitian, yakni mengkaji variabel menjadi sub penelitian sejelas-jelasnya, sehingga indikator tersebut bisa diukur dan menghasilkan data yang diinginkan peneliti. Dalam membuat indikator variable, peneliti dapat menggunakan teori atau konsep-konsep yang ada dalam pengetahuan ilmiah yang berkenaan dengan variabel tersebut, atau menggunakan fakta empiris berdasarkan pengamatan lapangan.
2.      Menetapkan jenis instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel/subvariabel/indikator-indikatornya. Satu variabel mungkin bisa diukur oleh atau jenis instrumen, bisa pula lebih dari satu instrumen.
3.      Setelah ditetapkan jenis instumennya, peneliti menyusun kisi-kisi atau lay out instrumen. Kisi-kisi ini berisi lingkup materi pertanyaan, abilitas yang diukur, jenis pertanyaan, banyak pertanyaan, waktu yang dibutuhkan. Materi atau lingkup materi pertanyaan didasarkan pada indikator varibel. Artinya, setiap indikator akan menghasilkan akan menghailkan beberapa luas lingkup isi pertanyaan, serta abilitas yang diukurnya. Abilitas dimaksudkan adalah kemampuan yang diharapkan dari subjek yang diteliti. Misalnya kalau diukur prestasi belajar, maka abilitas prestasi tersebut dilihat dari kemampuan subjek dalam hal pengenalan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi. Atau bila diukur sikap seseorang, maka lingkup abilitas sikap kita bedakan aspek kognisi, afeksi, dan konasinya.
4.      Berdasarkan kisi-kisi tersebut lalu peneliti menyusun item dan pertanyaan sesuai dengan jenis instrumen dan jumlah yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi. Jumlah pertanyaan bisa dibuat lebih dari yang ditetapkan sebagai item cadangan. Setiap item yang dibuat peneliti harus sudah punya gambaran jawaban yang diharapkan. Artinya, prakiraan jawaban yang betul/diinginkan harus dibuat peneliti.
5.      Instumen yang sudah dibuat sebaiknya diuji coba digunakan untuk revisi instrumen, misalnya membuang instumen yang tidak perlu, menggantinya dengan item yang baru, atau perbaikan isi dan redaksi/bahasannya.
D.    Jenis-jenis instrumen
1.      Tes
Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang diharapkan baik secara tertulis, lisan atau perbuatan (tes lisan, tulisan tindakan). Hasil pengukuran ini biasanya berupa data kuantitatif (sebagisan besar) bisa berupa data kualitatif. Data kuantitatif dalam alat ukur ini umumnya data interfal, sehingga dapat diolah dengan teknik-teknik statistika. Ada dua jenis tes yakni tes prestasi belajar dan tes intelegensi/bakat/kecerdasan.
Ø  Tes prestasi belajar
Dalam penelitian pendidikan prestasi belajar, umumnya ditempatkan sebagai variabel terikat atau variabel respons, yakni variabel yang terjadi sebagai akibat dari suatu perlakuan tertentu (variabel bebas).
Ø  Tes kecerdasan
Tes kecerdasan atau intelejensi mengukur kemampuan atau potensi individu secara umum.

2.      Wawancara dan kuesioner
Ø  Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya dan lebih mendalam pada responden yang jumlah sedikit.
Berdasarkan sifat pertanyaan, wawancara dapat dibedakan atas:
1.   Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersusun. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama.
2.   Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancaranya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan.
Dalam melakukan wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun dengan pesawat telepon akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu harus memahami situasi dan kondisi responden.
Ø  Kuesioner
Ø  Angket atau Kuesioner
Kuesioner suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden.kuosioner seperti halnya interviu, dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang diri responden atu informasi tentang orang lain.macam-macamnya:
1.       Kuesioner berstruktur
Kuesioner ini disebut juga kuesioner tertutup, berisi pertanyaan-pertanyaan yang disertai sejumlah alternatif jawaban terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang sudah disediakan.
2.       Kuesiner tak berstruktur.
Kuesioner ini disebut juga kuesioner terbuka, dimana jawaban responden terhadap setiap pertanyaan kuesioner, bentuk ini dapat diberikan secara bebas menurut pendapat sendiri.
Ø  Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, bakat, perhatian, motivasi, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai responden dan hasilnya dalam bentuk nilai rentangan angka sesuai dengan kriteria yang dib uat peneliti.
Ada dua jenis skala antara lain :
1.      Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilakau orang/individu lain oleh seseorang, melalui pernyataan individu pada satu titik continue atau suatu kategori yang bermakna nilai.
2.      Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berup kategori sikap, yakni mendukung/positiv atau menolak/negativ.
Ø  Observasi/pengamatan
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya, sehingga obervasi berada bersama objek yang diselidiki disebut observasi langsung. Sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamtan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang diselidiki, misalnya peristiwa tersebut diamati melalui film, rangkaian slide, atau rangkaian photo.
Ada tiga jenis observasi, antara lain :
1.      Observasi Langsung yaitu  pengamatan yang dilakukan  terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamatai oleh observer/pengamat.
2.      Observasi tidak langsung dilaksanakan dengan menggunakan alat.
3.      Observasi partisipasi artinya pengamat harus memperlihatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.
E.     VALIDITAS DAN RELIABILITAS
1.      validitas
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur. Artinya, sehingga betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebagai contoh, sebagai contoh peneliti ingin mengukur kemampuan siswa dalam matematika, kemudian siswa diberikan soal yang panjang adan brbelit-belit akibatnya siswa tidak dapat memahami pertanyaannya. Maka pengukuran tersebut tidak tepat (valid).jenis-jenis validitas.
a.       Validitas isi
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan instrumen mengukur isi yang harus diukur. Artinya, alat ukur tersebut mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya tes hasil belajar bidang studi IPS, harus bisa mengungkap isi bidang studi tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyusun tes yang bersumber dari kurikulum bidang studi yang hendak diukur. Di samping kurikulum dapat juga diperkaya dengan melihat/mengkaji buku sumber. Sungguhpun demikian tes hasil belajar tidak mungkin dapat mengungkap semua materi yang ada dalam bidang studi ter­tentu sekalipun hanya untuk satu semester. Oleh sebab itu harus diambil sebagian dari materi dalam bentuk sampel tes. Sebagai sampel maka harus dapat mencerminkan materi yang terkandung dari seluruh materi bidang studi. Cara Yang ditempuh dalam menetapkan sampel tes adalah memilih konsep‑konsep yang esensial dari materi yang di dalamnya. Misalnya menetapkan sejumlah konsep dari setiap pokok bahasan yang ada. Dari setiap konsep dikem­bangkan beberapa pertanyaan tes (lihat bagan). Di sinilah pen­tingnya peranan kisi‑kisi sebagai alat untuk memenuhi validitas isi.

b.      Validitas bangun
Validitas bangun atau bangun pengertian (Construct validity) berke­naan dengan kesanggupan alat ukur mengukur pengertian‑pengertian yang terkandung dalam materi yang diukurnya. Pengertian‑pe­ngertian yang terkandung dalam konsep kemampuan, minat, sebagai variabel penelitian dalam berbagai bidang kajian harus jelas apa yang hendak diukurnya. Konsep‑konsep tersebut masih abstrak, memer­lukan penjabaran yang lebih spesifik, sehingga mudah diukur. Ini berarti setiap konsep harus dikembangkan indikator‑indikatomya. Dengan adanya indikator dari setiap konsep maka bangun pengertian akan nampak dan memudahkan dalam menetapkan cara pengukuran. Untuk variabel tertentu, dimungkinkan penggunaan alat ukur yang beraneka ragam dengan cara mengukurnya yang berlainan.
Menetapkan indikator suatu konsep dapat dilakukan dalam dua cara, yakni (a) menggunakan pemahaman atau logika berpikir atas dasar teori pengetahuan ilmiah dan (b) menggunakan pengalaman empiris, yakni apa yang terjadi dalam kehidupan nyata.



Contoh: Konsep mengenai “Hubungan Sosial”, dilihat dari pengalaman, indikatornya empiris adalah keterkaitan dari
Ø  bisa bergaul dengan orang lain
Ø  disenangi atau banyak teman‑temannya
Ø  menerima pendapat orang lain
Ø  tidak memaksakan pendapatnya
Ø  bisa bekerja sama dengan siapa pun
Ø  dan lain‑lain.
Mengukur indikator‑indikator tersebut, berarti mengukur bangun pengertian yang terdapat dalam konsep hubungan sosial. Contoh lain: Konsep sikap dapat dilihat dari indikatornya secara teoretik (deduksi teori) antara lain keterkaitan dari
Ø  kesediaan menerima stimulus objek sikap
Ø  kemauan mereaksi stimulus objek sikap
Ø  menilai stimulus objek sikap
Ø  menyusun/mengorganisasi objek sikap
Ø  internalisasi nilai yang ada dalam objek sikap.
Apabila hasil tes menunjukkan indikator‑indikator tes yang tidak berhubungan secara positif satu sama lain, berarti ukuran tersebut tidak memiliki validitas bangun pengertian. Atas dasar itu indikatornya perlu ditinjau atau diperbaiki kembali. Cara lain untuk menetapkan validitas bangun pengertian suatu alat ukur adalah menghubungkan (korelasi) antara alat ukur yang dibuat dengan alat ukur yang sudah baku/standardized, seandainya telah ada yang baku. Bila menunjuk­kan koefisien korelasi yang tinggi maka alat ukur tersebut memenuhi validitasnya.
2.         Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya. Artinya, kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama. Contoh paling nyata adalah timbangan atau meteran. Hal yang sama terjadi untuk alat ukur suatu gejala, tingkah laku, ciri atau sifat individu dan lain‑lain. Misalnya alat ukur prestasi belajar seperti tes hasil belajar, alat ukur sikap, kuesioner dan lain‑lain, hendaknya meneliti sifat ke­ajegan tersebut.
Tes hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya, terhadap siswa yang sama. Misalnya siswa kelas V pada hari ini di tes kemampuan matematik. Minggu berikutnya siswa tersebut di tes kembali. Hasil dari kedua tes relatif sama. Sungguhpun demikian masih mungkin terjadi ada perbedaan hasil untuk hal‑hal tertentu akibat faktor kebetulan, selang waktu, terjadinya perubahan panda­ngan siswa terhadap soal yang sama. Jika ini terjadi, kelemahan ter­letak dalam alat ukur itu, yang tidak memiliki kepastian jawaban atau meragukan siswa. Dengan kata lain derajat reliabilitasnya masih rendah.

Di lain pihak perbedaan hasil pengukuran bukan disebabkan oleh alat ukurnya, melainkan kondisi yang terjadi pada diri siswa. Misal­nya fisik siswa dalam keadaan sakit pada waktu tes yang pertama, motivasi pada waktu tes pertama berbeda dengan motivasi tes pada berikutnya.

Atas dasar itu perbedaan hasil pengukuran pertama dengan hasil pengukuran berikutnya bisa teijadi akibat perubahan pada diri subjek yang diukur dan atau oleh faktor yang berkaitan dengan pemberian tes itu sendiri. Hal ini tidak mengherankan dan sudah umum terjadi, yang sering dinyatakan dengan sebutan/istilah kesalahan peng­ukuran. Ini berarti, skor hasil pengukuran yang pertama dan skor hasil pengukuran kedua terhadap subjek sama, dimungkinkan ter­jadinya kesalahan pengukuran disebabkan oleh dua faktor di atas. Oleh karenanya setiap skor hasil pengukuran menghasilkan dua bagian, yakni hasil pengukuran pertama yang disebut skor sejati dan hasil pengukuran berikutnya terhadap subjek yang sama, yang me­ngandung hasil skor plus kesalahan pengukuran.
Komponen skor sejati dan skor yang mengandung kesalahan pengukuran dinyatakan dalam suatu persamaan matematis sebagai berikut:
X     =b + s,
dengan:
X     = skor yang diamati
b      = skor sejati
s      = kesalahan pengukuran
Dalam suatu penelitian skor yang diamati adalah skor sejati ditambah skor kesalahan pengukuran sehingga variansi skor yang diamati X2 adalah variansi skor sejati Tb2 ditambah variansi skor kesalahan Ts2 atau Tx2 = Tb2 + Ts2.
Indeks reliabilitas alat ukur dalam suatu penelitian dapat dicari dengan mengkorelasikan skor‑skor yang diperoleh dari hasil peng­ukuran yang berulang‑ulang pada waktu yang berbeda, atau dengan kelompok pertanyaan yang sepadan. Prosedur ini dilakukan dengan cara memberikan tes dua kali kepada subjek yang sama pada waktu yang berbeda. Cara kedua adalah membagi alat ukur (tes) menjadi dua bagian yang sama atau yang setarap untuk melihat keajegan tes tersebut. Cara yang pertama dikenal dengan tes ulang (test retest) dan cara kedua dikenal dengan pecahan sebanding/setara.
a.      Reliabilitas tes ulang
Tes ulang (test‑retest) adalah penggunaan alat ukur terhadap subjek yang diukur, dilakukan dua kali dalam waktu yang berlainan. Misal­nya tes hasil belajar matematika untuk siswa SD kelas V, diberikan hari ini, lalu diperiksa hasilnya. Seminggu kemudian tes tersebut diberikan lagi pada siswa yang sama dan hasilnya diperiksa. Hasil pengukuran yang pertama kemudian dikorelasikan dengan hasil pe­ngukuran yang kedua untuk mendapatkan koefisien korelasinya (r). Koefisien korelasi ini disebut koefisien reliabilitas tes ulang, yang hasilnya akan bergerak dari ‑ 1,0 sampai + 1,0. Bila koefisien reliabilitas mendekati angka 1,0 merupakan indeks reliabilitas tinggi. Artinya hasil pengukuran yang pertama relatif sama dengan hasil pengukuran yang kedua. Dengan kata lain alat ukur tersebut memiliki tingkat keajegan atau ketetapan (reliabel). Untuk pengukuran ilmu‑ilmu sosial dan pendidikan indeks reliabilitas 0,75 sudah dianggap cukup mengingat sifat dan ilmu sosial dan pendidikan ber­beda dengan ilmu‑ilmu eksakta.
Jarak atau selang waktu antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua sebaiknya tidak terlalu dekat dan juga tidak ter­lalu jauh. Jika terlalu dekat/pendek, hasil pengukuran banyak dipengaruhi oleh ingatan siswa tentang jawaban yang diberikan pada pe­ngukuran yang pertama, bukan karena keajegan alat ukurnya. Sebaliknya jika selang waktu pengukuran pertama dengan peng­ukuran kedua terlalu lama, bisa terjadi adanya perubahan penge­tahuan dan pengalaman siswa sehingga mempengaruhi koefesien re­liabilitasnya. Asumsi yang digunakan dalam tes ulang ialah karak­teristik yang diukur oleh alat ukur tersebut stabil sepanjang waktu, sehingga jika ada perubahan skor hasil kedua pengukuran lebih di­sebabkan kesalahan alat ukur. Cara tes ulang (test‑retest) banyak di­gunakan dalam menetapkan atau menentukan tingkat reliabilitas alat ukur dalam penelitian sosial dan pendidikan.
b.      Reliabilitas pecahan setara
Reliabilitas bentuk pecahan setara tidak dilakukan pengulangan pengukuran kepada subjek yang sama tetapi menggunakan hasil dari bentuk tes yang sebanding atau setara yang diberikan kepada subjek yang sama pada waktu yang sama pula. Dengan demikian diperlukan dua perangkat alat ukur yang disusun sedemikian rupa agar memiliki derajat kesamaan atau kesetaraan baik dari segi, isi, tingkat kesu­karan alat ukur, abilitas yang diukur, jumlah pertanyaan, bentuk pertanyaan dan segi‑segi teknis lainnya. Yang berbeda hanyalah per­tanyaan. Bila penyusun kesetaraan alat ukur bisa dicapai seoptimal mungkin maka koefisien reliabilitas dari prosedur ini dianggap paling baik dibandingkan dengan prosedur tes ulang. Namun kesulitannya terletak dalam menyusun perangkat alat ukur yang benar‑benar me­ngandung derajat kesetaraan tinggi.
c.       Reliabilitas belah dua
Reliabilitas belah dua mirip dengan reliabilitas pecahan setara ter­utama dari pelaksanaannya. Dalam prosedur ini alat ukur diberikan kepada kelompok subjek cukup satu kali atau satu saat. Butir‑butir soal dibagi dua bagian yang sebanding, biasanya membedakan soal nomor genap dengan soal nomor ganjil. Setiap bagian soal diperiksa hasilnya, kemudian skor dari kedua bagian tersebut dikorelasikan untuk dicari koefisien korelasinya. Mengingat korelasi tersebut hanya berlaku separuh tidak untuk seluruh pertanyaan, maka koefisien korelasi yang didapatkannya tidak untuk seluruh soal, tapi hanya se­paruhnya.
d.      Kesamaan rasional
Di samping cara‑cara yang dijelaskan di atas ada prosedur meng­hitung reliabilitas tanpa melakukan korelasi dari dua pengukuran atau pecahan setara dan belah dua. Cara tersebut adalah kesamaan rasional. Prosedur ini dilakukan dengan menghubungkan setiap butir dalam satu tes dengan butir‑butir lainnya dan dengan tes itu sendiri secara keseluruhan. S
Uraian ukuran reliabilitas yang telah dijelaskan di atas dapat dipertimbangkan oleh peneliti, cara mana yang paling tepat digunakan ber­gantung pada peneliti. Pertimbangan tersebut, antara lain sifat va­riabel yang diukur, jenis alat ukur, jumlah subjek yang diukur, serta hasil‑hasil pengukuran yang diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian


Kamis, 15 September 2011

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN KECAMATAN BAOLAN KABUPATEN TOLITOLI STRATEGI PEMBELAJARAN EKSPOSITORI PADA MATA PELAJARAN SEJARAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa di sebut hasil belajar (Mulyono,2003:28). Di dalam setiap pembelajaran, siswa harus mampu berperan aktif untuk menambah pengalaman belajarnya. Penyelenggaran pembelajaran adalah salah satu tugas utama guru, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Untuk dapat membelajarkan siswanya salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan menerapkan berbagai pendekatan, metote maupun strategi yang diperkirakan dapat membamtu atau memudahkan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali hal-hal yang berhubungan dengan sejarah dan pengtahuan-pengetahuan yang juga berhubungan dengan sejarah. Sejarah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, oleh karena itu setiap siswa diwajibkan untuk mempelajari pelajaran sejarah sesuai dengan kurikulum sekolah yang telah ditentukan. Dengan tujuan setelah siswa mempelajari mata pelajaran sejarah dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dalam diri siswa tersebut.
Pelajaran sejarah merupakan salah satu mata pelajaran umum yang harus dipelajari oleh siswa yang telah menginjak kejenjang SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi sekalipun. Pelajaran sejarah adalah pelajaran yang menarik untuk dipelajari apabila materi yang disajikan oleh guru benar-benar menarik perhatian, diajarkan dengan menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, misalnya : factor dari guru seperti kurangnya kemampuan guru dalam menyamapaikan materi yang diajarkan, perencanaan pembelajaran masih bekum sepenuhnya disiapkan ,dan proses pembelajaran masih belum optimal. Faktor dari siswa seperti minat, bakat, kemampuan dan tingkat intelegensi( IQ) siswa dan faktor sarana dan prasrana yang tersedia. Faktor yang saling berkaitan satu sama lain untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Namun kenyataan saat inimenunjukan bahwa pembelajaran di sekolah khususnya di SMAN 6 kecamatan pengandonan hasil belajar siswa masih belum optimal.
Salah satu permasalahan yang menyangkut pengelolaan proses belajar mengajar mata pelajaran sejarah di SMAN 6 kecamatan pengandonan adalah kurangnya atau terbatasnya sarana dan praserana terutama buku paket/buku pegangan siswa dalam pelajaran sejarah dan kurangnya kemampuan guru dalam menguasai materi yang akan diajarkan kepada siswa. Hal ini berpengaruh pada rendahnya minat belajar siswa dalam belajar sejarah seperti yang terlihat pada nilai ulangan harian bidang studi ips sejarah pada semester I tahun ajaran 2009/2010 sebagai berikut:
Tablel 1. Rata-rata nilai ulangan harian bidang studi ips sejarah semester I.
Kelas
Rata-rata Nilai ulangan harian
XI IPS 1
6,00
XI IPS 2
5,50
XI IPS 3
5,75
            Sumber : guru mata pelajaran sejarah SMAN 6 pengandonan
Dalam Penelitian Tindakan Kelas, tindakan yang diperkirakan dapat mengatasi permasalahan pembelajaran siswa adalah dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori dalam proses pembelajaran. Untuk itu penulis mencoba memanfaatkan strategi pembelajaran eskspositori pada pelajaran sejarah di SMAN 6 kecamatan pengandonan.
B.     Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas dapat di identifikasi beberapa permasalahan yang dapat diteliti:
1.      Minat siswa dalam belajar sejarah masih rendah.
2.      Kurangnya kemampuan guru dalam menyamapaikan materi yang diajarkan.
3.      Perencanaan pembelajaran masih belum sepenuhnya disiapkan.
4.      Interaksi belajar mengajar kurang optimal.
C.    Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis membatasi penelitian ini pada meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi ekspositori pada pelajaran sejarah di SMAN 6 Kecamatan Pengandonan.
D.    Perumusan masalah
Berdasarkan perumusan masalah di atas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi ekspositori pada pelajaran sejarah kelas XI  SMAN 6 Kecamatan Pengandonan.
E.     Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori pada pelajaran sejarah kelas XI  SMAN 6 Kecamatan pengandonan
F.     Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.      Sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat memberikan perhatian yang serius dalam hal kemampuan guru dalam menyampaikan materi ajar terhadap keberhasilan siswa di masa yang akan datang.
2.      Guru dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada tenaga kependidikan khususnya guru dalam menyampaikan materi ajar terhadap hasil belajar.
3.      Peneliti menambah wawasan pengtahuan dan sebagai input bagi peneliti lanjutan.
G.    Hipotesis Tindakan
Hepotesis dapat di artikan sebagai “jawaban sementara terhadap masalah yang di teliti yang di rumuskan atas dasar terkaan atau dugaan peneliti. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari penelitian maka perlu di rumuskan ketetapan sebagai berikut:
Ha :     Dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada  pelajaran sejarah dengan menggunakan strategi ekspositori.
Ho :     Tidak dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada  pelajaran sejarah dengan menggunakan strategi ekspositori.






H.    Definisi Operasional
Untuk menghindari dari salah penafsiran, maka penulis menganggap perlu untuk mengetengahkan definisi operasional yang menjelaskan istilah-istilah yang perlu dalam proposal ini, yaitu:
1.      Hasil Belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (mulyono,2003 : 37). Yang dimaksud hasil belajar disini adalah kemampuan yang telah diperoleh siswa kelas XI SMAN 6 setelah menikuti kegiatan pembelajaran.
2.      Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Dengan demikian yang dimaksud subjek dalam penelitian adalah siswa kelas XI SMAN 6 kecamatan pengandonan.
3.      Sejarah adalah salah satu mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pembahasan IPS akan terkait pula dengan Hakekat Ilmu.
http://syadiashare.com/definisi-sejarah-dan-keterangannya.html
4.      Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal
(Wina sanjaya 2006 : 179).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Landasan Teori
1.      Strategi belajar Mengajar
a.      Pengertian
Strategi belajar mengajar adalah pola umum perbuatan guru murid di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Strategi belajar mengajar juga merupakan alat/sarana untuk mencapai tujuan belajar, metode belajar atau cara mengajar sebagai bagian dari strategi belajar mengajar. Jelas pula merupakan alat untuk mencapai tujuan belajar. Dengan demikian secara umum strategi belajar mengajar lebih luas lingkupnya dibandingkan dengan sekedar prosedur atau metode belajar itu sendiri. Istilah lain yang digunakan untuk strategi belajar mengajar adalah model-model mengajar (Lalu Muhammad.A,1993:12).
Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan yang di meksud terdiri dari beberapa komponenyang saling mempengaruhi yakni : tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi pelajaran yang diajarkan, guru dan murid sebagai subjek yang berperan serta berada dalam jalinan hubungan social tertentu, dan jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan p[raserana yang digunakan.
b.      Tujuan belajar
Sesuai tujuan yang ingin dicapai dalam belajar ada lima macam kemampuan yang merupakan hasil belajar manusia nenurut Gagne dalam Lulu M. kelima macam kemampuan sebagai tujuan tersebut adalah :
1.      Kemampuan intelektual yang merupakan hasil belajar terpenting dalam sistem persekolahan.
2.      Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam artian yang luas termasuk kemampuan memecahan masalah.
3.      Informasi verbal-pengetahuan dalam arti informasi fakta.
4.      Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah antara lain keterampilan menulis, membaca, dan sebagainya.
5.      Sikap dan nilai, yang berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimilik seseorang sebagaimana dapat disimpulkan dari kecendrungannya bertingkahlaku terhadap orang, barang atau kejadian.
2.      Guru dalam Proses Pembelajaran
Dalam pengertian sederhana guru adalah subjek pembelajar siswa (Dimyati,2009:37). Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil balajar siswa berada pada tingkat optimal.
Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal yaitu guru sebagai demonstrator, guru sebagai pengelola kelas, guru sebagai mediator dan fasilitator, dan guru sebagai evaluator. Dalam proses pembelajaran, keberhasilan guru dalam pengajaran ditentukan oleh prestasi atau hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, pendidikan mempunyai peranan penting dan diharapkan dapat membimbing siswa agar mereka menguasai ilmu dan keterampilan yang berguna serta memiliki sifat positif.
3.      Pembelajaran sejarah
a.      Pengertian
Pelajaran sejarah adalah pelajaran yang lebih mengedepankan aspek kognitif disamping afektif.
b.      Manfaat atau kegunaan pelajaran sejarah
Secara garis besar setidaknya terdapat tiga kegunaan sejarah, yaitu: guna edukatif, guna inspiratif, dan guna rekreatif dan instruktif.
Sejarah memiliki guna edukatif karena sejarah dapat memberikan kearifan bagi yang mempelajarinya, yang secara singkat dirumuskan oleh Bacon: “histories make man wise”. Sejarah yang memberikan perhatian pada masa lampau tidak dapat dipisahkan dari kemasakinian, karena semangat dan tujuan untuk mempelajari sejarah ialah nilai kemasakiniannya.
Sejarah memiliki guna inspiratif karena sejarah dapat memberikan inspirasi kepada kita tentang gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan masa kini, khususnya yang berkaitan dengan semangat untuk mewujudkan identitas sebagai suatu bangsa dan pembangunan bangsa .
Sejarah memiliki guna rekreatif karena dengan membaca tulisan sejarah kita seakan-akan melakukan “perlawatan sejarah” karena menerobos batas waktu dan tempat menuju zaman masa lampau untuk “mengikuti” peristiwa yang terjadi. Sementara itu guna instruktif merupakan kegunaan sejarah untuk menunjang bidang-bidang ketrampilan tertentu.
4.      Strategi Pembelajaran Ekspositori
a.      Pengertian
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal (wina sanjaya, 2003:179). Starategi pembelelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teachar centered approach). Dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah merupakan bentuk strategi skspositori.
b.      Karakteristik  strategi pembelajaran ekspositori
1.      Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini. Oleh karena itu sering orang mengidentifikasikan dengan ceramah.
2.      Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihapal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.
3.      Tujuan utama pembelajaran adalah penguasan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir pada siswa diharapkan dapat memahainya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.
c.        Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori
1.      Berorientasi pada tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan cirri utama dalam strategi pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran, justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam  penggunaan strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu, guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur.
2.      Prinsip komunikasi
Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3.      Prinsip kesiapan
Dalam teori belajar koneksionisme “kesiapan”merupakan salah satu hokum belajar. Inti dari teori belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespons dengan cepat dari setiap stimulus manakala dirinya sudah memiliki kesiapan, sebaliknya tidak mungkin setiap individu akan merespons dengan cepat dari setiap stimulus manakala dirinya sudah memiliki kesiapan.
4.      Prinsip berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu yang akan datang.


d.      Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori
a.       Rumuskan Tujuan yang Ingin Dicapai
Merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dipersiapkan guru. Tujuan yang ingin dicapai sebaiknya dirumuskan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang spesifik yang berorientasi kepada hasil belajar.
b.      Kuasai Materi Pelajaran Dengan Baik
Penguasaan materi pelajaran dengan baik merupakan syarat mutlak penggunaan strategi ekspositori, penguasaan materi yang sempurna akan meningkatkan kepercayaan diri guru meningkat sehingga guru akan mudah mengelolah kelas.
c.       Kenali Medan dan Berbagai Hal yang dapat mempengaruhi proses penyampaian