Senin, 05 Desember 2011

INSTRUMEN PENELITIAN


INSTRUMEN PENELITIAN
A.    Pengertian Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian disebut instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena-fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik fenomena disebut variabel.
B.     Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun instrumen penelitian antara lain :
1.      Masalah dan variabel yang diteliti termasuk indikator variabel harus jelas dan spesifik sehingga dapat dengan mudah menetapkan jenis instrumen tang akan digunakan.
2.      Sumber data/informasi baik jumlah maupun keragamannya harus diketahui terlebih dahulu, sebagai bahan atau dasar dalam menentukan isi, bahasa, sistematika item dalam instrumen penelitian.
3.      Keterandalan dalam instrumen itu sendiri sebagai alat pengumpul data baik dari keajegan, kesahihan maupun objektivitas.
4.      Jenis data yang diharapakan dari penggunaan instrumen harus jelas, sehingga peneliti dapat memperkirakan cara analisis data guna pemecahan masalah penelitian.
5.      Mudah dan praktis digunakan akan tetapi dapat menghasilkan data yang diperlukan.

C.     Beberapa langkah umum dalam menyusun instrumen penelitian
Menyusun instumen penelitian dapt dilakukan peneliti jika peneliti telah memahami betul penelitiannya. Pemahaman terhadap variabel atau hubungan antar variabel merupakan  modal penting bagi peneliti agar dapat menjabarkan menjadi sub variabel, indikator, deskriptor dan butir-butir instrumennya.
Ada bebrapa langkah umum yang bisa ditempuh dalam menyusun instrumen penelitian. Langkah-langkah tersebut adalah:
1.      Analisis variabel penelitian, yakni mengkaji variabel menjadi sub penelitian sejelas-jelasnya, sehingga indikator tersebut bisa diukur dan menghasilkan data yang diinginkan peneliti. Dalam membuat indikator variable, peneliti dapat menggunakan teori atau konsep-konsep yang ada dalam pengetahuan ilmiah yang berkenaan dengan variabel tersebut, atau menggunakan fakta empiris berdasarkan pengamatan lapangan.
2.      Menetapkan jenis instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel/subvariabel/indikator-indikatornya. Satu variabel mungkin bisa diukur oleh atau jenis instrumen, bisa pula lebih dari satu instrumen.
3.      Setelah ditetapkan jenis instumennya, peneliti menyusun kisi-kisi atau lay out instrumen. Kisi-kisi ini berisi lingkup materi pertanyaan, abilitas yang diukur, jenis pertanyaan, banyak pertanyaan, waktu yang dibutuhkan. Materi atau lingkup materi pertanyaan didasarkan pada indikator varibel. Artinya, setiap indikator akan menghasilkan akan menghailkan beberapa luas lingkup isi pertanyaan, serta abilitas yang diukurnya. Abilitas dimaksudkan adalah kemampuan yang diharapkan dari subjek yang diteliti. Misalnya kalau diukur prestasi belajar, maka abilitas prestasi tersebut dilihat dari kemampuan subjek dalam hal pengenalan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi. Atau bila diukur sikap seseorang, maka lingkup abilitas sikap kita bedakan aspek kognisi, afeksi, dan konasinya.
4.      Berdasarkan kisi-kisi tersebut lalu peneliti menyusun item dan pertanyaan sesuai dengan jenis instrumen dan jumlah yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi. Jumlah pertanyaan bisa dibuat lebih dari yang ditetapkan sebagai item cadangan. Setiap item yang dibuat peneliti harus sudah punya gambaran jawaban yang diharapkan. Artinya, prakiraan jawaban yang betul/diinginkan harus dibuat peneliti.
5.      Instumen yang sudah dibuat sebaiknya diuji coba digunakan untuk revisi instrumen, misalnya membuang instumen yang tidak perlu, menggantinya dengan item yang baru, atau perbaikan isi dan redaksi/bahasannya.
D.    Jenis-jenis instrumen
1.      Tes
Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang diharapkan baik secara tertulis, lisan atau perbuatan (tes lisan, tulisan tindakan). Hasil pengukuran ini biasanya berupa data kuantitatif (sebagisan besar) bisa berupa data kualitatif. Data kuantitatif dalam alat ukur ini umumnya data interfal, sehingga dapat diolah dengan teknik-teknik statistika. Ada dua jenis tes yakni tes prestasi belajar dan tes intelegensi/bakat/kecerdasan.
Ø  Tes prestasi belajar
Dalam penelitian pendidikan prestasi belajar, umumnya ditempatkan sebagai variabel terikat atau variabel respons, yakni variabel yang terjadi sebagai akibat dari suatu perlakuan tertentu (variabel bebas).
Ø  Tes kecerdasan
Tes kecerdasan atau intelejensi mengukur kemampuan atau potensi individu secara umum.

2.      Wawancara dan kuesioner
Ø  Wawancara
Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya dan lebih mendalam pada responden yang jumlah sedikit.
Berdasarkan sifat pertanyaan, wawancara dapat dibedakan atas:
1.   Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersusun. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama.
2.   Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancaranya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan.
Dalam melakukan wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun dengan pesawat telepon akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu harus memahami situasi dan kondisi responden.
Ø  Kuesioner
Ø  Angket atau Kuesioner
Kuesioner suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk menjawab pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula oleh responden.kuosioner seperti halnya interviu, dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang diri responden atu informasi tentang orang lain.macam-macamnya:
1.       Kuesioner berstruktur
Kuesioner ini disebut juga kuesioner tertutup, berisi pertanyaan-pertanyaan yang disertai sejumlah alternatif jawaban terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang sudah disediakan.
2.       Kuesiner tak berstruktur.
Kuesioner ini disebut juga kuesioner terbuka, dimana jawaban responden terhadap setiap pertanyaan kuesioner, bentuk ini dapat diberikan secara bebas menurut pendapat sendiri.
Ø  Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, bakat, perhatian, motivasi, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai responden dan hasilnya dalam bentuk nilai rentangan angka sesuai dengan kriteria yang dib uat peneliti.
Ada dua jenis skala antara lain :
1.      Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilakau orang/individu lain oleh seseorang, melalui pernyataan individu pada satu titik continue atau suatu kategori yang bermakna nilai.
2.      Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berup kategori sikap, yakni mendukung/positiv atau menolak/negativ.
Ø  Observasi/pengamatan
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya, sehingga obervasi berada bersama objek yang diselidiki disebut observasi langsung. Sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamtan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang diselidiki, misalnya peristiwa tersebut diamati melalui film, rangkaian slide, atau rangkaian photo.
Ada tiga jenis observasi, antara lain :
1.      Observasi Langsung yaitu  pengamatan yang dilakukan  terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamatai oleh observer/pengamat.
2.      Observasi tidak langsung dilaksanakan dengan menggunakan alat.
3.      Observasi partisipasi artinya pengamat harus memperlihatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.
E.     VALIDITAS DAN RELIABILITAS
1.      validitas
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur. Artinya, sehingga betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebagai contoh, sebagai contoh peneliti ingin mengukur kemampuan siswa dalam matematika, kemudian siswa diberikan soal yang panjang adan brbelit-belit akibatnya siswa tidak dapat memahami pertanyaannya. Maka pengukuran tersebut tidak tepat (valid).jenis-jenis validitas.
a.       Validitas isi
Validitas isi berkenaan dengan kesanggupan instrumen mengukur isi yang harus diukur. Artinya, alat ukur tersebut mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur. Misalnya tes hasil belajar bidang studi IPS, harus bisa mengungkap isi bidang studi tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menyusun tes yang bersumber dari kurikulum bidang studi yang hendak diukur. Di samping kurikulum dapat juga diperkaya dengan melihat/mengkaji buku sumber. Sungguhpun demikian tes hasil belajar tidak mungkin dapat mengungkap semua materi yang ada dalam bidang studi ter­tentu sekalipun hanya untuk satu semester. Oleh sebab itu harus diambil sebagian dari materi dalam bentuk sampel tes. Sebagai sampel maka harus dapat mencerminkan materi yang terkandung dari seluruh materi bidang studi. Cara Yang ditempuh dalam menetapkan sampel tes adalah memilih konsep‑konsep yang esensial dari materi yang di dalamnya. Misalnya menetapkan sejumlah konsep dari setiap pokok bahasan yang ada. Dari setiap konsep dikem­bangkan beberapa pertanyaan tes (lihat bagan). Di sinilah pen­tingnya peranan kisi‑kisi sebagai alat untuk memenuhi validitas isi.

b.      Validitas bangun
Validitas bangun atau bangun pengertian (Construct validity) berke­naan dengan kesanggupan alat ukur mengukur pengertian‑pengertian yang terkandung dalam materi yang diukurnya. Pengertian‑pe­ngertian yang terkandung dalam konsep kemampuan, minat, sebagai variabel penelitian dalam berbagai bidang kajian harus jelas apa yang hendak diukurnya. Konsep‑konsep tersebut masih abstrak, memer­lukan penjabaran yang lebih spesifik, sehingga mudah diukur. Ini berarti setiap konsep harus dikembangkan indikator‑indikatomya. Dengan adanya indikator dari setiap konsep maka bangun pengertian akan nampak dan memudahkan dalam menetapkan cara pengukuran. Untuk variabel tertentu, dimungkinkan penggunaan alat ukur yang beraneka ragam dengan cara mengukurnya yang berlainan.
Menetapkan indikator suatu konsep dapat dilakukan dalam dua cara, yakni (a) menggunakan pemahaman atau logika berpikir atas dasar teori pengetahuan ilmiah dan (b) menggunakan pengalaman empiris, yakni apa yang terjadi dalam kehidupan nyata.



Contoh: Konsep mengenai “Hubungan Sosial”, dilihat dari pengalaman, indikatornya empiris adalah keterkaitan dari
Ø  bisa bergaul dengan orang lain
Ø  disenangi atau banyak teman‑temannya
Ø  menerima pendapat orang lain
Ø  tidak memaksakan pendapatnya
Ø  bisa bekerja sama dengan siapa pun
Ø  dan lain‑lain.
Mengukur indikator‑indikator tersebut, berarti mengukur bangun pengertian yang terdapat dalam konsep hubungan sosial. Contoh lain: Konsep sikap dapat dilihat dari indikatornya secara teoretik (deduksi teori) antara lain keterkaitan dari
Ø  kesediaan menerima stimulus objek sikap
Ø  kemauan mereaksi stimulus objek sikap
Ø  menilai stimulus objek sikap
Ø  menyusun/mengorganisasi objek sikap
Ø  internalisasi nilai yang ada dalam objek sikap.
Apabila hasil tes menunjukkan indikator‑indikator tes yang tidak berhubungan secara positif satu sama lain, berarti ukuran tersebut tidak memiliki validitas bangun pengertian. Atas dasar itu indikatornya perlu ditinjau atau diperbaiki kembali. Cara lain untuk menetapkan validitas bangun pengertian suatu alat ukur adalah menghubungkan (korelasi) antara alat ukur yang dibuat dengan alat ukur yang sudah baku/standardized, seandainya telah ada yang baku. Bila menunjuk­kan koefisien korelasi yang tinggi maka alat ukur tersebut memenuhi validitasnya.
2.         Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya. Artinya, kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama. Contoh paling nyata adalah timbangan atau meteran. Hal yang sama terjadi untuk alat ukur suatu gejala, tingkah laku, ciri atau sifat individu dan lain‑lain. Misalnya alat ukur prestasi belajar seperti tes hasil belajar, alat ukur sikap, kuesioner dan lain‑lain, hendaknya meneliti sifat ke­ajegan tersebut.
Tes hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya, terhadap siswa yang sama. Misalnya siswa kelas V pada hari ini di tes kemampuan matematik. Minggu berikutnya siswa tersebut di tes kembali. Hasil dari kedua tes relatif sama. Sungguhpun demikian masih mungkin terjadi ada perbedaan hasil untuk hal‑hal tertentu akibat faktor kebetulan, selang waktu, terjadinya perubahan panda­ngan siswa terhadap soal yang sama. Jika ini terjadi, kelemahan ter­letak dalam alat ukur itu, yang tidak memiliki kepastian jawaban atau meragukan siswa. Dengan kata lain derajat reliabilitasnya masih rendah.

Di lain pihak perbedaan hasil pengukuran bukan disebabkan oleh alat ukurnya, melainkan kondisi yang terjadi pada diri siswa. Misal­nya fisik siswa dalam keadaan sakit pada waktu tes yang pertama, motivasi pada waktu tes pertama berbeda dengan motivasi tes pada berikutnya.

Atas dasar itu perbedaan hasil pengukuran pertama dengan hasil pengukuran berikutnya bisa teijadi akibat perubahan pada diri subjek yang diukur dan atau oleh faktor yang berkaitan dengan pemberian tes itu sendiri. Hal ini tidak mengherankan dan sudah umum terjadi, yang sering dinyatakan dengan sebutan/istilah kesalahan peng­ukuran. Ini berarti, skor hasil pengukuran yang pertama dan skor hasil pengukuran kedua terhadap subjek sama, dimungkinkan ter­jadinya kesalahan pengukuran disebabkan oleh dua faktor di atas. Oleh karenanya setiap skor hasil pengukuran menghasilkan dua bagian, yakni hasil pengukuran pertama yang disebut skor sejati dan hasil pengukuran berikutnya terhadap subjek yang sama, yang me­ngandung hasil skor plus kesalahan pengukuran.
Komponen skor sejati dan skor yang mengandung kesalahan pengukuran dinyatakan dalam suatu persamaan matematis sebagai berikut:
X     =b + s,
dengan:
X     = skor yang diamati
b      = skor sejati
s      = kesalahan pengukuran
Dalam suatu penelitian skor yang diamati adalah skor sejati ditambah skor kesalahan pengukuran sehingga variansi skor yang diamati X2 adalah variansi skor sejati Tb2 ditambah variansi skor kesalahan Ts2 atau Tx2 = Tb2 + Ts2.
Indeks reliabilitas alat ukur dalam suatu penelitian dapat dicari dengan mengkorelasikan skor‑skor yang diperoleh dari hasil peng­ukuran yang berulang‑ulang pada waktu yang berbeda, atau dengan kelompok pertanyaan yang sepadan. Prosedur ini dilakukan dengan cara memberikan tes dua kali kepada subjek yang sama pada waktu yang berbeda. Cara kedua adalah membagi alat ukur (tes) menjadi dua bagian yang sama atau yang setarap untuk melihat keajegan tes tersebut. Cara yang pertama dikenal dengan tes ulang (test retest) dan cara kedua dikenal dengan pecahan sebanding/setara.
a.      Reliabilitas tes ulang
Tes ulang (test‑retest) adalah penggunaan alat ukur terhadap subjek yang diukur, dilakukan dua kali dalam waktu yang berlainan. Misal­nya tes hasil belajar matematika untuk siswa SD kelas V, diberikan hari ini, lalu diperiksa hasilnya. Seminggu kemudian tes tersebut diberikan lagi pada siswa yang sama dan hasilnya diperiksa. Hasil pengukuran yang pertama kemudian dikorelasikan dengan hasil pe­ngukuran yang kedua untuk mendapatkan koefisien korelasinya (r). Koefisien korelasi ini disebut koefisien reliabilitas tes ulang, yang hasilnya akan bergerak dari ‑ 1,0 sampai + 1,0. Bila koefisien reliabilitas mendekati angka 1,0 merupakan indeks reliabilitas tinggi. Artinya hasil pengukuran yang pertama relatif sama dengan hasil pengukuran yang kedua. Dengan kata lain alat ukur tersebut memiliki tingkat keajegan atau ketetapan (reliabel). Untuk pengukuran ilmu‑ilmu sosial dan pendidikan indeks reliabilitas 0,75 sudah dianggap cukup mengingat sifat dan ilmu sosial dan pendidikan ber­beda dengan ilmu‑ilmu eksakta.
Jarak atau selang waktu antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua sebaiknya tidak terlalu dekat dan juga tidak ter­lalu jauh. Jika terlalu dekat/pendek, hasil pengukuran banyak dipengaruhi oleh ingatan siswa tentang jawaban yang diberikan pada pe­ngukuran yang pertama, bukan karena keajegan alat ukurnya. Sebaliknya jika selang waktu pengukuran pertama dengan peng­ukuran kedua terlalu lama, bisa terjadi adanya perubahan penge­tahuan dan pengalaman siswa sehingga mempengaruhi koefesien re­liabilitasnya. Asumsi yang digunakan dalam tes ulang ialah karak­teristik yang diukur oleh alat ukur tersebut stabil sepanjang waktu, sehingga jika ada perubahan skor hasil kedua pengukuran lebih di­sebabkan kesalahan alat ukur. Cara tes ulang (test‑retest) banyak di­gunakan dalam menetapkan atau menentukan tingkat reliabilitas alat ukur dalam penelitian sosial dan pendidikan.
b.      Reliabilitas pecahan setara
Reliabilitas bentuk pecahan setara tidak dilakukan pengulangan pengukuran kepada subjek yang sama tetapi menggunakan hasil dari bentuk tes yang sebanding atau setara yang diberikan kepada subjek yang sama pada waktu yang sama pula. Dengan demikian diperlukan dua perangkat alat ukur yang disusun sedemikian rupa agar memiliki derajat kesamaan atau kesetaraan baik dari segi, isi, tingkat kesu­karan alat ukur, abilitas yang diukur, jumlah pertanyaan, bentuk pertanyaan dan segi‑segi teknis lainnya. Yang berbeda hanyalah per­tanyaan. Bila penyusun kesetaraan alat ukur bisa dicapai seoptimal mungkin maka koefisien reliabilitas dari prosedur ini dianggap paling baik dibandingkan dengan prosedur tes ulang. Namun kesulitannya terletak dalam menyusun perangkat alat ukur yang benar‑benar me­ngandung derajat kesetaraan tinggi.
c.       Reliabilitas belah dua
Reliabilitas belah dua mirip dengan reliabilitas pecahan setara ter­utama dari pelaksanaannya. Dalam prosedur ini alat ukur diberikan kepada kelompok subjek cukup satu kali atau satu saat. Butir‑butir soal dibagi dua bagian yang sebanding, biasanya membedakan soal nomor genap dengan soal nomor ganjil. Setiap bagian soal diperiksa hasilnya, kemudian skor dari kedua bagian tersebut dikorelasikan untuk dicari koefisien korelasinya. Mengingat korelasi tersebut hanya berlaku separuh tidak untuk seluruh pertanyaan, maka koefisien korelasi yang didapatkannya tidak untuk seluruh soal, tapi hanya se­paruhnya.
d.      Kesamaan rasional
Di samping cara‑cara yang dijelaskan di atas ada prosedur meng­hitung reliabilitas tanpa melakukan korelasi dari dua pengukuran atau pecahan setara dan belah dua. Cara tersebut adalah kesamaan rasional. Prosedur ini dilakukan dengan menghubungkan setiap butir dalam satu tes dengan butir‑butir lainnya dan dengan tes itu sendiri secara keseluruhan. S
Uraian ukuran reliabilitas yang telah dijelaskan di atas dapat dipertimbangkan oleh peneliti, cara mana yang paling tepat digunakan ber­gantung pada peneliti. Pertimbangan tersebut, antara lain sifat va­riabel yang diukur, jenis alat ukur, jumlah subjek yang diukur, serta hasil‑hasil pengukuran yang diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian