INSTRUMEN PENELITIAN
A.
Pengertian Instrumen
Penelitian
Pada prinsipnya
meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat
ukur dalam penelitian disebut instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian
adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena-fenomena alam maupun sosial
yang diamati. Secara spesifik fenomena disebut variabel.
B.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menyusun instrumen penelitian antara lain :
1. Masalah
dan variabel yang diteliti termasuk indikator variabel harus jelas dan spesifik
sehingga dapat dengan mudah menetapkan jenis instrumen tang akan digunakan.
2. Sumber
data/informasi baik jumlah maupun keragamannya harus diketahui terlebih dahulu,
sebagai bahan atau dasar dalam menentukan isi, bahasa, sistematika item dalam
instrumen penelitian.
3. Keterandalan
dalam instrumen itu sendiri sebagai alat pengumpul data baik dari keajegan,
kesahihan maupun objektivitas.
4. Jenis
data yang diharapakan dari penggunaan instrumen harus jelas, sehingga peneliti
dapat memperkirakan cara analisis data guna pemecahan masalah penelitian.
5. Mudah
dan praktis digunakan akan tetapi dapat menghasilkan data yang diperlukan.
C.
Beberapa langkah umum
dalam menyusun instrumen penelitian
Menyusun instumen penelitian dapt dilakukan
peneliti jika peneliti telah memahami betul penelitiannya. Pemahaman terhadap
variabel atau hubungan antar variabel merupakan modal penting bagi
peneliti agar dapat menjabarkan menjadi sub variabel, indikator, deskriptor dan
butir-butir instrumennya.
Ada bebrapa langkah umum yang bisa ditempuh
dalam menyusun instrumen penelitian. Langkah-langkah tersebut adalah:
1.
Analisis variabel penelitian,
yakni mengkaji variabel menjadi sub penelitian sejelas-jelasnya, sehingga
indikator tersebut bisa diukur dan menghasilkan data yang diinginkan peneliti.
Dalam membuat indikator variable, peneliti dapat menggunakan teori atau
konsep-konsep yang ada dalam pengetahuan ilmiah yang berkenaan dengan variabel
tersebut, atau menggunakan fakta empiris berdasarkan pengamatan lapangan.
2.
Menetapkan jenis instrumen yang
digunakan untuk mengukur variabel/subvariabel/indikator-indikatornya. Satu
variabel mungkin bisa diukur oleh atau jenis instrumen, bisa pula lebih dari
satu instrumen.
3.
Setelah ditetapkan jenis
instumennya, peneliti menyusun kisi-kisi atau lay out instrumen. Kisi-kisi ini
berisi lingkup materi pertanyaan, abilitas yang diukur, jenis pertanyaan,
banyak pertanyaan, waktu yang dibutuhkan. Materi atau lingkup materi pertanyaan
didasarkan pada indikator varibel. Artinya, setiap indikator akan menghasilkan
akan menghailkan beberapa luas lingkup isi pertanyaan, serta abilitas yang
diukurnya. Abilitas dimaksudkan adalah kemampuan yang diharapkan dari subjek
yang diteliti. Misalnya kalau diukur prestasi belajar, maka abilitas prestasi
tersebut dilihat dari kemampuan subjek dalam hal pengenalan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi. Atau bila diukur sikap seseorang, maka
lingkup abilitas sikap kita bedakan aspek kognisi, afeksi, dan konasinya.
4.
Berdasarkan kisi-kisi tersebut
lalu peneliti menyusun item dan pertanyaan sesuai dengan jenis instrumen dan
jumlah yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi. Jumlah pertanyaan bisa dibuat
lebih dari yang ditetapkan sebagai item cadangan. Setiap item yang dibuat
peneliti harus sudah punya gambaran jawaban yang diharapkan. Artinya, prakiraan
jawaban yang betul/diinginkan harus dibuat peneliti.
5.
Instumen yang sudah dibuat
sebaiknya diuji coba digunakan untuk revisi instrumen, misalnya membuang
instumen yang tidak perlu, menggantinya dengan item yang baru, atau perbaikan
isi dan redaksi/bahasannya.
D.
Jenis-jenis instrumen
1. Tes
Tes
adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan
jawaban-jawaban yang diharapkan baik secara tertulis, lisan atau perbuatan (tes
lisan, tulisan tindakan). Hasil pengukuran ini biasanya berupa data kuantitatif
(sebagisan besar) bisa berupa data kualitatif. Data kuantitatif dalam alat ukur
ini umumnya data interfal, sehingga dapat diolah dengan teknik-teknik
statistika. Ada dua jenis tes yakni tes prestasi belajar dan tes intelegensi/bakat/kecerdasan.
Ø Tes
prestasi belajar
Dalam penelitian
pendidikan prestasi belajar, umumnya ditempatkan sebagai variabel terikat atau
variabel respons, yakni variabel yang terjadi sebagai akibat dari suatu
perlakuan tertentu (variabel bebas).
Ø Tes
kecerdasan
Tes kecerdasan atau
intelejensi mengukur kemampuan atau potensi individu secara umum.
2. Wawancara
dan kuesioner
Ø Wawancara
Wawancara adalah suatu
cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari
sumbernya dan lebih mendalam pada responden yang jumlah sedikit.
Berdasarkan sifat pertanyaan, wawancara dapat dibedakan atas:
1. Wawancara
terstruktur
Wawancara
terstruktur adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang telah tersusun. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi
pertanyaan yang sama.
2. Wawancara tidak
terstruktur
Wawancara
tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancaranya berupa garis-garis besar permasalahan
yang ditanyakan.
Dalam
melakukan wawancara baik yang dilakukan dengan face to face maupun
dengan pesawat telepon akan selalu terjadi kontak pribadi, oleh karena itu harus
memahami situasi dan kondisi responden.
Ø Kuesioner
Ø Angket
atau Kuesioner
Kuesioner
suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan
tertulis untuk menjawab pertanyaan tertulis untuk menjawab secara tertulis pula
oleh responden.kuosioner seperti halnya interviu, dimaksudkan untuk memperoleh
informasi tentang diri responden atu informasi tentang orang
lain.macam-macamnya:
1.
Kuesioner berstruktur
Kuesioner
ini disebut juga kuesioner tertutup, berisi pertanyaan-pertanyaan yang disertai
sejumlah alternatif jawaban terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang
sudah disediakan.
2.
Kuesiner tak berstruktur.
Kuesioner
ini disebut juga kuesioner terbuka, dimana jawaban responden terhadap setiap
pertanyaan kuesioner, bentuk ini dapat diberikan secara bebas menurut pendapat
sendiri.
Ø Skala
Skala
adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, bakat, perhatian, motivasi,
yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai responden dan hasilnya dalam
bentuk nilai rentangan angka sesuai dengan kriteria yang dib uat peneliti.
Ada
dua jenis skala antara lain :
1.
Skala Penilaian
Skala
penilaian mengukur penampilan atau perilakau orang/individu lain oleh
seseorang, melalui pernyataan individu pada satu titik continue atau suatu
kategori yang bermakna nilai.
2.
Skala Sikap
Skala
sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berup kategori sikap, yakni mendukung/positiv atau menolak/negativ.
Ø Observasi/pengamatan
Observasi
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan
terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya, sehingga obervasi berada
bersama objek yang diselidiki disebut observasi langsung. Sedangkan observasi
tidak langsung adalah pengamtan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya
suatu peristiwa yang diselidiki, misalnya peristiwa tersebut diamati melalui
film, rangkaian slide, atau rangkaian photo.
Ada
tiga jenis observasi, antara lain :
1.
Observasi Langsung yaitu pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi
dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamatai oleh observer/pengamat.
2.
Observasi tidak langsung
dilaksanakan dengan menggunakan alat.
3.
Observasi partisipasi artinya
pengamat harus memperlihatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang
dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.
E.
VALIDITAS
DAN RELIABILITAS
1.
validitas
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat
ukur terhadap konsep yang diukur. Artinya, sehingga betul-betul mengukur apa
yang seharusnya diukur. Sebagai contoh, sebagai contoh peneliti ingin mengukur
kemampuan siswa dalam matematika, kemudian siswa diberikan soal yang panjang
adan brbelit-belit akibatnya siswa tidak dapat memahami pertanyaannya. Maka
pengukuran tersebut tidak tepat (valid).jenis-jenis validitas.
a.
Validitas
isi
Validitas
isi berkenaan dengan kesanggupan instrumen mengukur isi yang harus diukur.
Artinya, alat ukur tersebut mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel
yang hendak diukur. Misalnya tes hasil belajar bidang studi IPS, harus bisa
mengungkap isi bidang studi tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan cara
menyusun tes yang bersumber dari kurikulum bidang studi yang hendak diukur. Di
samping kurikulum dapat juga diperkaya dengan melihat/mengkaji buku sumber.
Sungguhpun demikian tes hasil belajar tidak mungkin dapat mengungkap semua
materi yang ada dalam bidang studi tertentu sekalipun hanya untuk satu
semester. Oleh sebab itu harus diambil sebagian dari materi dalam bentuk sampel
tes. Sebagai sampel maka harus dapat mencerminkan materi yang terkandung dari
seluruh materi bidang studi. Cara Yang ditempuh dalam menetapkan sampel tes
adalah memilih konsep‑konsep yang esensial dari materi yang di dalamnya.
Misalnya menetapkan sejumlah konsep dari setiap pokok bahasan yang ada. Dari
setiap konsep dikembangkan beberapa pertanyaan tes (lihat bagan). Di sinilah
pentingnya peranan kisi‑kisi sebagai alat untuk memenuhi validitas isi.
b.
Validitas
bangun
Validitas
bangun atau bangun pengertian (Construct validity) berkenaan dengan
kesanggupan alat ukur mengukur pengertian‑pengertian yang terkandung dalam
materi yang diukurnya. Pengertian‑pengertian yang terkandung dalam konsep
kemampuan, minat, sebagai variabel penelitian dalam berbagai bidang kajian
harus jelas apa yang hendak diukurnya. Konsep‑konsep tersebut masih abstrak,
memerlukan penjabaran yang lebih spesifik, sehingga mudah diukur. Ini berarti
setiap konsep harus dikembangkan indikator‑indikatomya. Dengan adanya indikator
dari setiap konsep maka bangun pengertian akan nampak dan memudahkan dalam
menetapkan cara pengukuran. Untuk variabel tertentu, dimungkinkan penggunaan
alat ukur yang beraneka ragam dengan cara mengukurnya yang berlainan.
Menetapkan indikator suatu konsep dapat dilakukan dalam dua cara,
yakni (a) menggunakan pemahaman atau logika berpikir atas dasar teori
pengetahuan ilmiah dan (b) menggunakan pengalaman empiris, yakni apa yang
terjadi dalam kehidupan nyata.
Contoh: Konsep mengenai “Hubungan Sosial”,
dilihat dari pengalaman, indikatornya empiris adalah keterkaitan dari
Ø bisa bergaul dengan orang lain
Ø disenangi atau banyak teman‑temannya
Ø menerima pendapat orang lain
Ø tidak memaksakan pendapatnya
Ø bisa bekerja sama dengan siapa pun
Ø dan lain‑lain.
Mengukur indikator‑indikator tersebut, berarti mengukur bangun
pengertian yang terdapat dalam konsep hubungan sosial. Contoh lain: Konsep
sikap dapat dilihat dari indikatornya secara teoretik (deduksi teori) antara
lain keterkaitan dari
Ø kesediaan menerima stimulus objek sikap
Ø kemauan mereaksi stimulus objek sikap
Ø menilai stimulus objek sikap
Ø menyusun/mengorganisasi objek sikap
Ø internalisasi nilai yang ada dalam objek sikap.
Apabila hasil tes menunjukkan indikator‑indikator tes yang tidak
berhubungan secara positif satu sama lain, berarti ukuran tersebut tidak
memiliki validitas bangun pengertian. Atas dasar itu indikatornya perlu
ditinjau atau diperbaiki kembali. Cara lain untuk menetapkan validitas bangun
pengertian suatu alat ukur adalah menghubungkan (korelasi) antara alat ukur
yang dibuat dengan alat ukur yang sudah baku/standardized, seandainya
telah ada yang baku. Bila menunjukkan koefisien korelasi yang tinggi maka alat
ukur tersebut memenuhi validitasnya.
2.
Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur adalah ketetapan atau keajegan alat
tersebut dalam mengukur apa yang diukurnya. Artinya, kapan pun alat ukur
tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama. Contoh paling nyata
adalah timbangan atau meteran. Hal yang sama terjadi untuk alat ukur suatu
gejala, tingkah laku, ciri atau sifat individu dan lain‑lain. Misalnya alat
ukur prestasi belajar seperti tes hasil belajar, alat ukur sikap, kuesioner dan
lain‑lain, hendaknya meneliti sifat keajegan tersebut.
Tes
hasil belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan
kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya, terhadap siswa yang sama.
Misalnya siswa kelas V pada hari ini di tes kemampuan matematik. Minggu
berikutnya siswa tersebut di tes kembali. Hasil dari kedua tes relatif sama.
Sungguhpun demikian masih mungkin terjadi ada perbedaan hasil untuk hal‑hal
tertentu akibat faktor kebetulan, selang waktu, terjadinya perubahan pandangan
siswa terhadap soal yang sama. Jika ini terjadi, kelemahan terletak dalam alat
ukur itu, yang tidak memiliki kepastian jawaban atau meragukan siswa. Dengan
kata lain derajat reliabilitasnya masih rendah.
Di
lain pihak perbedaan hasil pengukuran bukan disebabkan oleh alat ukurnya,
melainkan kondisi yang terjadi pada diri siswa. Misalnya fisik siswa dalam
keadaan sakit pada waktu tes yang pertama, motivasi pada waktu tes pertama
berbeda dengan motivasi tes pada berikutnya.
Atas
dasar itu perbedaan hasil pengukuran pertama dengan hasil pengukuran berikutnya
bisa teijadi akibat perubahan pada diri subjek yang diukur dan atau oleh faktor
yang berkaitan dengan pemberian tes itu sendiri. Hal ini tidak mengherankan dan
sudah umum terjadi, yang sering dinyatakan dengan sebutan/istilah kesalahan
pengukuran. Ini berarti, skor hasil pengukuran yang pertama dan skor hasil
pengukuran kedua terhadap subjek sama, dimungkinkan terjadinya kesalahan
pengukuran disebabkan oleh dua faktor di atas. Oleh karenanya setiap skor hasil
pengukuran menghasilkan dua bagian, yakni hasil pengukuran pertama yang disebut
skor sejati dan hasil pengukuran berikutnya terhadap subjek yang sama, yang mengandung
hasil skor plus kesalahan pengukuran.
Komponen skor sejati dan skor yang mengandung kesalahan pengukuran
dinyatakan dalam suatu persamaan matematis sebagai berikut:
X =b + s,
dengan:
X = skor yang diamati
b = skor sejati
s = kesalahan pengukuran
Dalam suatu penelitian skor yang diamati adalah skor sejati
ditambah skor kesalahan pengukuran sehingga variansi skor yang diamati X2
adalah variansi skor sejati Tb2 ditambah variansi skor kesalahan Ts2
atau Tx2 = Tb2 + Ts2.
Indeks reliabilitas
alat ukur dalam suatu penelitian dapat dicari dengan mengkorelasikan skor‑skor
yang diperoleh dari hasil pengukuran yang berulang‑ulang pada waktu yang
berbeda, atau dengan kelompok pertanyaan yang sepadan. Prosedur ini dilakukan
dengan cara memberikan tes dua kali kepada subjek yang sama pada waktu yang
berbeda. Cara kedua adalah membagi alat ukur (tes) menjadi dua bagian yang sama
atau yang setarap untuk melihat keajegan tes tersebut. Cara yang pertama
dikenal dengan tes ulang (test retest) dan cara kedua dikenal dengan
pecahan sebanding/setara.
a.
Reliabilitas
tes ulang
Tes ulang (test‑retest) adalah penggunaan alat ukur
terhadap subjek yang diukur, dilakukan dua kali dalam waktu yang berlainan.
Misalnya tes hasil belajar matematika untuk siswa SD kelas V, diberikan hari
ini, lalu diperiksa hasilnya. Seminggu kemudian tes tersebut diberikan lagi
pada siswa yang sama dan hasilnya diperiksa. Hasil pengukuran yang pertama
kemudian dikorelasikan dengan hasil pengukuran yang kedua untuk mendapatkan
koefisien korelasinya (r). Koefisien korelasi ini disebut koefisien
reliabilitas tes ulang, yang hasilnya akan bergerak dari ‑ 1,0 sampai + 1,0.
Bila koefisien reliabilitas mendekati angka 1,0 merupakan indeks reliabilitas
tinggi. Artinya hasil pengukuran yang pertama relatif sama dengan hasil
pengukuran yang kedua. Dengan kata lain alat ukur tersebut memiliki tingkat
keajegan atau ketetapan (reliabel). Untuk pengukuran ilmu‑ilmu sosial dan
pendidikan indeks reliabilitas 0,75 sudah dianggap cukup mengingat sifat dan
ilmu sosial dan pendidikan berbeda dengan ilmu‑ilmu eksakta.
Jarak atau selang waktu
antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua sebaiknya tidak terlalu dekat
dan juga tidak terlalu jauh. Jika terlalu dekat/pendek, hasil pengukuran
banyak dipengaruhi oleh ingatan siswa tentang jawaban yang diberikan pada pengukuran
yang pertama, bukan karena keajegan alat ukurnya. Sebaliknya jika selang waktu
pengukuran pertama dengan pengukuran kedua terlalu lama, bisa terjadi adanya
perubahan pengetahuan dan pengalaman siswa sehingga mempengaruhi koefesien reliabilitasnya.
Asumsi yang digunakan dalam tes ulang ialah karakteristik yang diukur oleh
alat ukur tersebut stabil sepanjang waktu, sehingga jika ada perubahan skor
hasil kedua pengukuran lebih disebabkan kesalahan alat ukur. Cara tes ulang (test‑retest)
banyak digunakan dalam menetapkan atau menentukan tingkat reliabilitas
alat ukur dalam penelitian sosial dan pendidikan.
b.
Reliabilitas
pecahan setara
Reliabilitas bentuk pecahan setara tidak dilakukan pengulangan
pengukuran kepada subjek yang sama tetapi menggunakan hasil dari bentuk tes
yang sebanding atau setara yang diberikan kepada subjek yang sama pada waktu
yang sama pula. Dengan demikian diperlukan dua perangkat alat ukur yang disusun
sedemikian rupa agar memiliki derajat kesamaan atau kesetaraan baik dari segi,
isi, tingkat kesukaran alat ukur, abilitas yang diukur, jumlah pertanyaan,
bentuk pertanyaan dan segi‑segi teknis lainnya. Yang berbeda hanyalah pertanyaan.
Bila penyusun kesetaraan alat ukur bisa dicapai seoptimal mungkin maka
koefisien reliabilitas dari prosedur ini dianggap paling baik dibandingkan
dengan prosedur tes ulang. Namun kesulitannya terletak dalam menyusun perangkat
alat ukur yang benar‑benar mengandung derajat kesetaraan tinggi.
c.
Reliabilitas
belah dua
Reliabilitas belah dua mirip dengan reliabilitas pecahan setara
terutama dari pelaksanaannya. Dalam prosedur ini alat ukur diberikan kepada
kelompok subjek cukup satu kali atau satu saat. Butir‑butir soal dibagi dua
bagian yang sebanding, biasanya membedakan soal nomor genap dengan soal nomor
ganjil. Setiap bagian soal diperiksa hasilnya, kemudian skor dari kedua bagian
tersebut dikorelasikan untuk dicari koefisien korelasinya. Mengingat korelasi
tersebut hanya berlaku separuh tidak untuk seluruh pertanyaan, maka koefisien
korelasi yang didapatkannya tidak untuk seluruh soal, tapi hanya separuhnya.
d.
Kesamaan
rasional
Di samping cara‑cara yang dijelaskan di atas ada prosedur menghitung
reliabilitas tanpa melakukan korelasi dari dua pengukuran atau pecahan setara
dan belah dua. Cara tersebut adalah kesamaan rasional. Prosedur ini dilakukan
dengan menghubungkan setiap butir dalam satu tes dengan butir‑butir lainnya dan
dengan tes itu sendiri secara keseluruhan. S
Uraian ukuran reliabilitas yang telah dijelaskan di atas
dapat dipertimbangkan oleh peneliti, cara mana yang paling tepat digunakan bergantung
pada peneliti. Pertimbangan tersebut, antara lain sifat variabel yang diukur,
jenis alat ukur, jumlah subjek yang diukur, serta hasil‑hasil pengukuran yang
diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian